Friday, November 13, 2015

Sincerity & Purity

 
 
Ketulusan dan kemurnian adalah dua kata yang selalu terngiang-ngiang di beberapa bulan ini. Di tengah hiruk pikuk dan bertambah edannya dunia, dua kata tersebut seakan tertutup dan hilang dengan hingar bingarnya dunia. Begitu banyak orang seolah mengedepankannya namun sesungguhnya telah kehilangan maknanya. Bersembunyi di belakang dua kata tersebut tapi sebenarnya kelicikan, kebohongan dan kekotoranlah yang mengambil peran utamanya. Ketulusan dianggap suatu kebodohan dan kemurnian/kejujuran dianggap terlalu konservatif serta ketinggalan jaman.

Ada seorang karyawan kantoran mencoba memanipulasi absensi dengan memalsukan surat ijin istirahat dari dokter. Hal ini diketahui oleh perusahaan dan memanggil karyawan tersebut. Sayangnya karyawan ini tetap mempertahankan kebohongannya sebagai kebenaran walau sudah jelas-jelas terbukti salah. Pihak perusahaan memberinya SP3 dan tetap memotong hak cutinya serta tidak mendapat kenaikan gaji juga bonus. Sayang, bukan? Yang lebih menyedihkan si karyawan tetap merasa dirinya benar. Sebuah kebohongan kecil, dampaknya besar. Jika karyawan tersebut mengaku bersalah saja, mungkin perusahaan juga tidak sampai memutuskan demikian. Dari cerita ini, marilah kita merenung sejenak nilai-nilai apa yang kita pegang dalam hidup dan bagaimana kita menjalani hidup hari demi hari. Jangan terlalu berorientasi pada hasil akhir saja tapi menyepelekan proses dalam mencapai hasil akhir. Buat apa hasil akhirnya sukses dan berhasil namun ternyata upaya untuk meraihnya dengan cara-cara yang tidak benar dan mengorbankan orang lain.

Seorang suami yang sudah dikaruniai seorang putra dan istri yang penuh waktu mengurus rumah tangga, berselingkuh dengan teman wanitanya di kantor. Merasa terbebani dengan seorang istri yang hanya mengenyam pendidikan SMU dan tidak bekerja. Dulu sebelum menikah, tidak masalah dengan keadaan istrinya. Bebarapa tahun kemudian hal tersebut menjadi masalah besar dan bersikeras untuk menceraikan istrinya. Aneh tapi nyata, bukan? Itu baru segelinter lika liku kehidupan rumah tangga. Kemanakah cinta yang dibilang 'taik kucing pun rasa coklat'? Kini 'taik kucing' nya benar-benar berasa bau hahahaha...Ketulusan dan kemurnian cinta sesungguhnya dalam kehidupan rumah tangga diuji oleh waktu. Dapatkah tetap tulus dan murni mengasihi di kala pasangan Anda tidak demikian?  Dapatkah tetap tulus dan murni menjalani kehidupan berumah tangga seperti janji pernikahan yang telah diikrarkan? Memang tidak mudah, bukan? Badai hidup pasti datang. Perahu rumah tangga dapat saja retak ketika dihempas badai. Menyadari dan mengakui keretakan serta mau berupaya untuk memperbaikinyalah itu butuh kerendahan dan ketulusan hati. Banyak perahu rumah tangga hancur dan kandas karena keduanya tidak mau lagi memperbaiki. Hati keduanya menjadi keras dan pahit serta keduanya sudah menyerah. Perceraian menjadi solusi cepat dan dianggap mudah untuk mengakhiri sebuah dilema rumah tangga.
 
Biarlah ketulusan dan kemurnian ada dalam setiap langkah hidup kita. "Tetapi aku, Engkau menopang aku karena ketulusanku, Engkau membuat aku tegak di hadapan-Mu untuk selama-lamanya" (Mazmur 41:12) Jika mau hidup dan rumah tangga kita ditopang oleh Tuhan, milikilah ketulusan hati. Orang fasik dirobohkan karena kejahatannya, tetapi orang benar mendapat perlindungan karena ketulusannya (Amsal 14:32). Mau hidup dan keluarga kita mendapatkan perlindungan kala menghadapi badai, jadilah orang benar dan tulus. Saya sangat suka dengan perkatan rasul Paulus  yang berkata,"Inilah yang kami megahkan, yaitu bahwa suara hati kami memberi kesaksian kepada kami, bahwa hidup kami di dunia ini, khususnya dalam hubungan kami dengan kamu, dikuasai oleh ketulusan dan kemurnian dari Allah bukan oleh hikmat duniawi, tetapi oleh kekuatan kasih karunia Allah." (2 Korintus 1:12). (sc)


"Be sincere in your thoughts. Be pure in your feelings.You will not have to run after happiness.
Happiness will run after you."







 
 
 
 


Thursday, November 5, 2015

The Magic of Christmas


Perayaan Natal selalu dirayakan dengan meriah dan spesial setiap tahunnya baik oleh orang Kristen atau pun non Kristen. Natal adalah waktunya berlibur dan berbagi dengan keluarga. Tradisi memasang pohon natal, cerita mengenai Santa Clause, saling menukar hadiah, ajang kumpul keluarga menjadi kebiasaan umum kebanyakan orang. Anak-anak pun dijejali dengan cerita dongeng tentang seorang pria bertubuh besar, berjenggot putih, mengenakan kostum merah ala kutub, membawa kereta salju yang penuh dengan hadiah, dan memberikan hadiah bagi anak-anak yang baik dan tidak nakal. Terdengar lucu tapi tidak benar. Setiap resto, cafe, tour, hotel dan mall mengadakan acara yang menarik dimulai dari promo, sajian paket eksklusif dan bonus hadiah yang menggiurkan menjelang natal. Apakah natal hanya sebatas itu bagi Anda?
Marilah sejenak kita merenung kembali makna sesungguhnya tentang natal. Jangan sampai kita melakukan semua tradisi kesenangan natal tapi kehilangan arti yang benar. Apa arti keajaiban natal untuk hidup Anda? Berita kelahiran Sang Juru Selamat ke dunia merupakan Kabar Terbesar dan Anugerah Terbesar bagi umat manusia. Apakah Yesus sudah lahir di hati Anda? Mengalami keajaiban natal adalah mengalami kehadiran dan penyertaan Tuhan dalam hidup secara pribadi. Untuk apa acara natal yang heboh atau hadiah yang mahal tapi tidak ada kehadiran Tuhan. ”The magic of Christmas is not presents but His presence!”


Semua orang pasti menginginkan ‘hadiah’ entah itu berupa barang, uang, kehadiran seseorang yang spesial, kesehatan yang baik, kesuksesan dalam karir, promosi, anak-anak yang berhasil, bisnis yang lancar dan berkembang, pelayanan yang cemerlang, dsb. Apakah gunanya semuanya itu tanpa kehadiran dan penyertaan Tuhan? Mungkin Anda memperoleh ‘hadiah-hadiah’ itu dan bahagia sejenak, namun pada akhirnya Anda akan tetap merasakan kekosongan dan keresahan yang mendalam. Mengutamakan dan mengejar kehadiran Tuhan adalah kunci mengalami keajaiban natal. Jika keajaiban natal terjadi dalam hidup Anda, maka Anda akan menerima kejutan hadiah yang tidak pernah Anda duga sebelumnya. (sc)



Let the magic of Christmas sparks through you to the world! Miracles will take place and glory to God alone!
 

HOW DO I LOOK, HEAVEN? PERFECTO!


“Ge, lo tau gak sekarang lagi marak loh soal bedah bariatrik/bedah obesitas...katanya permanen dan banyak yang berhasil kurus loh.” “Oh ya...diapaain tuh?” “Itu loh lambung lo dikecilin atau usus kecil lo di-bypass alias dipotong jad mengurangi penyerapan.” “Ihh...serem amat sih, La. Lo kan gak gemuk-gemuk amat. Lo kurangin makan ama olah raga dikit juga udah okay. Gak usah pake acara bedah-bedahan segala lah...” “Tapi ini lebih cepet hasilnya, Ge. Gak perlu pake olah raga segala dan gak bakal balik gendut lagi!”
Dunia menetapkan standard untuk kategori cantik dan tampan berdasarkan paras wajah, bentuk dan ukuran tubuh. Wajah cantik dan tampan ala Barbie & Ken, tubuh kurus tinggi ramping dan fashionable. Namun apakah benar demikian? Setiap manusia unik dan berharga. Keunikan dan keberhargaannya tidak ditentukan dari penampilan fisik dan keberhasilan yang telah dicapai dalam hidup. Intinya ada pada bagaimana Anda memandang diri. Sejak manusia pertama jatuh dalam dosa, cara pandang terhadap diri sendiri telah rusak. Dosalah yang membuat gambar diri manusia hancur.
Prinsip yang harus dipegang dalam cara memandang diri dengan benar adalah kita diciptakan segambar dan serupa dengan Allah. Kita ini mulia dan berharga di mata-Nya karena karya penebusan-Nya yang mulia. Atas prinsip itulah kita harusnya memandang diri sendiri dengan menerima dan mengasihi diri kita apa adanya. Bersyukur atas setiap kelebihan dan kekurangan. Kecantikan luar akan pudar dimakan waktu tapi kecantikan batiniah diperoleh dari hati yang takut akan Tuhan, intimacy, pengenalan dan pertumbuhan iman. Itulah kecantikan sesungguhnya.

Jadi mau kurus, gemuk, pendek, tinggi, putih, cokelat...Anda tetap cantik, sempurna dan berharga di mata-Nya! (sc)

You are the reflection of God’s image. That’s why heaven says,”PERFECTO!” (Castly)

The Life In Your Years



"Man From Stars" drama Korea yang tidak sengaja saya lihat diputar di salah satu channel Indovision, membuat saya tertarik dengan ceritanya. Bukan hanya aktor dan aktrisnya yang tampan dan cantik tapi setelah menonton serial ini, saya ingin menulis tentang "TIME"...ya waktu! Waktu adalah satuan hitung lamanya sebuah masa. Seringkali berlalu begitu cepat tanpa terasa. Ada begitu banyak orang berharap seandainya mereka dapat memutar ulang waktu, namun kita tahu itu tidaklah mungkin. Slogan 'time is more than money', 'time is precious', 'you can't buy time', sering kita dengar. Sayangnya tidak semua orang menyadari dan menghargai waktu. Terkadang vonis dokter terhadap sebuah penyakit yang menyebabkan kematian dini baru mengejutkan dan menyadarkan bahwa waktu untuk hidup di bumi tinggal sedikit lagi.
 
Apakah harus menunggu kondisi kritis dulu baru kita sadar ternyata waktu itu begitu berharga? Kita tidak pernah tahu pasti berapa lamanya waktu yang diberikan untuk hidup di dunia ini. Pastinya setiap orang ada batas waktunya. Saya jadi teringat puisi Chairil Anwar yang berjudul "AKU" dimana di akhir puisinya sang penulis berkata,"Ku ingin hidup seribu tahun lagi". Ya semua orang mengharapkan umur panjang agar dapat menggapai impian-impiannya. Umur manusia diperkirakan 60 s/d 70 tahun...jika dikasih bonus paling sampai dengan 80 tahun. Ini kata Alkitab loh di Mazmur 90:10...masa hidup kami tujuh puluh tahun dan jika kami kuat, delapan puluh tahun, dan kebanggaannya adalah kesukaran dan penderitaan; sebab berlalunya buru-buru, dan kami melayang lenyap.
 
Di akhir intinya bukan berapa lama kita hidup tapi bagaimana kita menjalani hidup. Bukan berapa banyak waktu, namun bagaimana kita menggunakan waktu. Mari kita fokus sejenak dalam hal menjalani hidup dan menggunakan waktu. Apakah aku tahu panggilan hidupku? Apakah aku sudah berjalan dalam panggilan dan hidup maksimal? Jangan sampai waktu berlalu dan kita menyesal telah membuatnya berlalu begitu saja.(sc)
 

“And in the end, it’s not the years in your life that count. It’s the life in your years.” — Abraham Lincoln