Friday, March 13, 2015

How Important God's Presence In Your Life?


Lo tau gak ntar yang WL dan khotbah sapa?” “Kayaknya yang WL si Acong deh...khotbahnya si Pak Asoy.” “Yah elah...si Acong kalo WL gak enak dan si Pak Asoy kotbahnya juga muter-muter bikin ngantuk.” “Dateng telat aja lah terus pulang sebelum doa berkat, biar gak ngantri.” (sepanjang kotbah mereka asik main gadget masing-masing).
Sering dengar dan tidak asing bukan dengan cerita di atas. Mungkin kita sendiri pun pernah seperti itu. Datang ibadah setiap minggu hanya menjadi kebiasaan rutin. Jika tidak pergi gereja rasanya kurang afdol saja. Jika tidak pergi gereja dan  bertemu dengan teman-teman nanti kalau hang out kurang rohani saja rasanya. Tak jarang juga ada yang menjadi “jemaat jalan-jalan” yang setiap minggu pindah-pindah gereja, mencari pengkhotbah atau team PPW  yang sesuai seleranya dan dianggap bagus. Alasannya tiap minggu ganti suasana biar tidak bosan.
 
Si Acong kurang ‘ngangkat’ yah mimpin pujiannya. Mungkin dia kurang menyediakan waktu buat Tuhan, kurang latihan atau mungkin berbuat dosa.” “Si Asoy kok kotbahnya biasa saja ya...mungkin kurang berdoa dan diurapi oleh Tuhan.” “Wah Si Amei, pelayan Tuhan yang satu itu kurang ramah ya.”
Bagi yang sudah merasa dirinya senior biasanya mulai sok tau dan menjadi complainers (red. tukang mengeluh). Menilai bahkan menghakimi orang lain tanpa disadari. Menetapkan ukuran-ukuran pada orang lain padahal belum tentu jika ukuran yang sama ditetapkan pada dirinya, dia mampu menjalankannya. Senang memberi beban kepada orang lain tapi tidak mau memikul bebannya sendiri. Bergosip dan berkeluh kesah negatif yang sama sekali tidak membangun diri sendiri dan orang lain. Biasanya berakhir dengan kecewa, sakit hati dan kepahitan.

Is God your 1st Love?
Mari kita berpikir ulang sejenak bagaimana awal mula kita jatuh cinta dengan Tuhan dan mengalami kasih yang semula dan lahir baru. Saat itu fokus kita hanya Tuhan, bukan? Yang ada di hati cuma mau menyenangkan hatiNya. Kebaktian jam 8, jam 7.15 sudah sampai di gereja dengan hati yang tidak sabar agar kebaktian cepat mulai. Dalam pujian dan penyembahan, fokus kita hanya kepadaNya. Kita begitu mencari dan mengejar hadiratNya. Sampai-sampai rasanya kok PPW cepat sekali selesainya, kita menginginkan lebih lama. Ada rasa takut dan hormat akan Tuhan yang mencengkram hati kita. Ada keinginan mendalam untuk selalu terus bersekutu denganNya. Ketika firman Tuhan disampaikan, hati kita begitu antusias dan menggebu-gebu mendengarnya, tanpa peduli siapa yang kotbah. Jika ada firman yang menegur dan menguatkan, kita pun meneteskan air mata karena merasakan Tuhan begitu peduli dengan hidup kita. Firman yang mendorong kita untuk mau berubah menjadi seperti Kristus. Iman dan kasih kita pun terus bertumbuh tiap harinya.
Ya...saya dulu seperti itu! Kenapa sekarang hal-hal semula itu tidak lagi saya alami? Apa yang salah? Saya harus bagaimana? Saya mau mengalami kembali hal yang semula itu.”

Kuncinya sederhana : “BERTOBATLAH!” Wahyu 2:4-5 berkata “namun demikian Aku mencela engkau, karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula. Sebab itu ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh! Bertobatlah dan lakukanlah lagi apa yang semula engkau lakukan. Jika tidak demikian, Aku akan datang kepadamu dan Aku akan mengambil kaki dianmu dari tempatnya, jikalau engkau tidak bertobat.”
Apa sih bertobat itu? Menyadari kesalahan/dosa, minta pengampunan Tuhan dan berketetapan untuk tidak mengulanginya. Kesadaran diri itu penting karena mau orang lain memberitahu kebenaran seperti apa juga, jika kita tidak sadar diri maka cenderung mengabaikan, menganggap hal itu tidak penting dan berpikir kita benar. Jika sadar akan dosa dan mau bertobat, bersyukurlah karena Roh Kuduslah yang menuntun kita pada pertobatan. Pertobatan bukan sekedar ucapan saja tapi juga ditandai dengan adanya perubahan pikiran dan hidup.
Let us go to the basic!  Kita periksa kembali hati apakah masih dalam kasih yang semula kepada Tuhan. Tanda jika kasih semula ada maka motivasi kita dalam beribadah pun benar. Dengan sendirinya kita sadar untuk tidak terlambat dan mengikuti ibadah dengan sungguh-sungguh. Hidup kita pun berubah, diberkati dan menjadi berkat untuk orang lain. Bangun dan kembangkan hubungan pribadi dengan Tuhan seperti berdoa dan merenungkan firman Tuhan secara teratur. Ini adalah dasar pembentukan sikap yang benar.
Yeremia 10:7 – Siapakah yang tidak takut kepadaMu, ya Raja bangsa-bangsa? Sungguh, kepadaMu-lah seharusnya sikap yang demikian; sebab di antara semua orang bijaksana dari bangsa-bangsa dan di antara raja-raja mereka tidak ada yang sama seperti Engkau! Sikap yang benar ada bukan karena adanya peraturan gereja dan manusia tapi bersikap benar karena takut akan Tuhan yang mengendalikan hdiup kita.

Ekpresi nyata dari takut akan Tuhan berupa rasa hormat. Hormat berarti bersikap yang sepatutnya dan menghargai. Tidak bersikap semaunya sendiri tapi menyelaraskan diri dengan kebenaran. Jika kita melihat cerita Perjanjian Lama tentang tabut Allah (melambangkan kehadiran Tuhan), bagaimana para imam dengan segala tata caranya menyiapkan diri untuk menghadap Tuhan, betapa berkuasa dan kudusnya Tuhan. Mereka tidak berani untuk sembarangan tapi benar-benar mempersiapkan dan menguduskan dirinya. Ketika hadirat Tuhan dihormati, maka kehadiranNya akan menarik banyak jiwa. Itu benar sekali! Jangan pernah menganggap remeh hadirat Tuhan. Di Perjanjian Lama akibat tidak menghormati hadirat Tuhan itu langsung mati di tempat. Di jaman sekarang efeknya mati rohani dan tidak mampu memahami kebenaran.

Rasa takut akan Tuhan harus kembali dalam gereja Tuhan. Hal ini adalah yang terutama jika gereja mau diberkati. Takut akan Tuhan membawa kita dalam kedisplinan dan memberikan hikmat dan kebijaksanaan dalam menghadapi hidup. Marilah kita minta dan memutuskan untuk hidup kembali kepada kasih yang semula dan takut akan Dia. Kita akan melihat hal-hal yang luar biasa terjadi dan melihat betapa besar dan dahsyatnya Tuhan. (sc)
 
 

Tuesday, March 3, 2015

Adversity...Buy Crutches or Grow Wings?

BE READY! Lompatlah.....
Dalam hidup selalu ada tantangan & kesulitan yg harus dihadapi. Meski terasa berat dan susah, itu adalah baik dan bermanfaat.
 
Tantangan dan kesulitan membawa kita keluar dari rutinitas yang membosankan dan mengguncang 'sarang' kenyamanan kita. Semua orang suka dengan kenyamanan. Beberapa orang menterjemahkannya sebagai 'keteraturan hidup' sehingga menjadi alasan untuk tidak mau berusaha lebih padahal mereka punya kapasitas pencapaian yang besar. Nyaman boleh & tidaklah salah tapi jangan sampai menjadi malas (red.tdk mau berusaha lebih padahal sebenarnya mampu dan bisa hanya tidak mau saja) untuk terus mengembangkan diri. Karena sesunguhnya di dalam diri tersembunyi 'permata2 & intan2' (red.potensi diri) yang belum tergali & ditemukan.

Alasan lain orang senang dalam kenyamanan karena adanya faktor trauma akan kegagalan. Ada orang nyaman hidup sendiri karena ada trauma terhadap kegagalan hubungan yang menyebabkan luka mendalam. Ada orang nyaman dengan usaha yang sederhana karena ada trauma kebangkrutan. Lah apa salahnya jika begitu? Bukan soal salah & benar. Maksudnya keluar dari kenyamanan untuk memotivasi diri agar bisa lebih berkembang. Bukan menentang kenyamanan & menikmati hidup. Memang dalam hidup bukan hanya sekedar pencapaian/perolehan saja tapi juga bicara mengenai ketenangan hati dan damai sejahtera.
Tantangan dan kesulitan menguji siapa kita sesungguhnya dan mengungkap apa yang ada di dalam hati. "JAIM?" Definisi versi Wikipedia "JAIM" merupakan suatu perilaku untuk menyembunyikan sikap yang sebenarnya dengan mengharapkan orang lain menganggap subjek sebagai seseorang yang memiliki kepribadian yang tenang, dan berwibawa. Jaim seringkali bukan merupakan perilaku yang sebenarnya. Mau se-JAIM apapun, ketika tantangan dan kesulitan datang, siapa kita sesungguhnya akan terungkap. Kita akan dilatih untuk berani bersikap jujur, benar, apa adanya dan tentunya akan berbesar hati dan bijak menghadapi hidup.
 
Tantangan dan kesulitan juga dapat menjadi alat kenaikan level & promosi. Kita terpacu dan termotivasi untuk memperbaiki dan mengembangkan diri. Tentunya mengarahkan kita menjadi pribadi yang lebih baik, matang & dewasa. Sambutlah tantangan dan kesulitan dengan perspektif yang positif dan benar. Ketahui dan yakinilah bahwa tantangan dan kesulitan tidak akan menghancurkan dan selamanya membuat kita menderita. Itu hanya proses hidup yang harus dilewati. Tidak selamanya hujan, pasti mentari akan bersinar. Jalani saja dengan sabar dan mengucap syukur. Selalu berharap bahwa yang baik dan terbaik pasti terjadi! (sc)


"Hardships often prepare an ordinary people for an extraordinary destiny"
~ CS Lewis ~