Wednesday, April 8, 2015

Selingkuh? Yang Keren itu Yang Setia



Istilah tua-tua keladi pantas disematkan ke Pendeta Senior satu ini. Di usianya yang sudah menginjak kepala tujuh, ia memiliki selingkuhan seorang janda yang usianya 25 tahun lebih muda darinya. Status yang masih beristri menambah panjang daftar keburukannya. Layaknya remaja ABG, pendeta ini pun tak ragu bermesraan di depan umum. Perselingkuhan ini sudah menjadi rahasia umum di kalangan umat kristen maupun katolik. Anggota DPRD Kota X mengatakan, ia sangat menyayangkan konflik di gereja X tersebut yang tidak kunjung selesai dan malah merembet ke konflik keluarga seharusnya tidak tersebar ke publik. –Kutipan Berita-
Kisah perselingkuhan artis tenar selalu menjadi konsumsi publik paling laris yang ditayangkan infotainment. Tapi bagaimana jika hal tersebut terjadi di kalangan gereja Tuhan? Seorang pendeta besar jatuh dan menjadi bahan gunjingan banyak orang. Itulah realita hidup. Apakah layak diperbincangkan? Mendengarnya saja sudah malu dan membuat hati hancur. Kok bisa ya? Sejumlah pertanyaan bermunculan. Salah satunya adalah dimanakah kesetiaan yang selama ini dikhotbahkan di mimbar. Apakah kesetiaan hanya sebuah slogan belaka? Apakah janji setia dalam pernikahan luntur seiring berjalannya waktu?
Kesetiaan merupakan karakter yang dihasilkan dari waktu ke waktu dan terus menerus diperjuangka sampai akhir. Beberapa hal yang menjadi dasar dalam membangun kesetiaan :
 
Komitmen
Komitmen adalah sebuah janji terhadap diri sendiri atau orang lain dibuat atas dasar kasih yang tercermin dalam tindakan kita. Komitmen merupakan pengakuan seutuhnya sebagai sikap sebenarnya yang berasal dari watak yang keluar dari dalam diri seseorang. Komitmen mendorong rasa percaya diri, semangat, kualitas hidup menuju perubahan ke arah yang lebih baik. Komitmen mudah diucapkan namun lebih sukar untuk dilaksanakan. Mengiyakan sesuatu dan melaksanakannya dengan penuh tanggung jawab adalah salah satu sikap komitmen.
Jika kita terus berpegang pada komitmen, secara perlahan kesetiaan dibangun dan dipupuk. Dengan berpegang teguh pada komitmen, maka seseorang akan mempunyai keteguhan jiwa, kestabilan diri, toleransi, mampu bertahan pada masa-masa sulit dan tidak mudah terprovokasi. Pembaharuan komitmen dalam keluarga menuntun pada kekokohan dan keharmonisan.
 
 
 
Melepaskan Hak
Sumber dari masalah, perselisihan, pertengkaran dan perceraian adalah karena ego terlalu besar dan tidak mau menyerahkan hak. Merasa berhak dihargai, merasa berhak diperhatikan, merasa berhak didahalukan, merasa berhak dihormati. Menuntut apa yang menjadi haknya, jika tidak mendapat maka tersinggung, kecewa, marah, merasa diperlakukan tidak adil, merasa dilecehkan dan disepelekan. Jika kita mengasihi dengan benar dan tulus, belajar melepaskan hak. Memang tidaklah mudah dan bagi dunia hal ini dianggap sebagai suatu kerugian dan kebodohon.
 
 
Rasul Paulus berkata di Kis 9:12 Kalau orang lain mempunyai hak untuk mengharapkan hal itu dari pada kamu, bukankah kami mempunyai hak yang lebih besar? Tetapi kami tidak mempergunakan hak itu. Sebaliknya, kami menanggung segala sesuatu, supaya jangan kami mengadakan rintangan bagi pemberitaan injil Kristus. Melepaskan hak berarti rela tidak menikmati apa yang menjadi bagian atau haknya, atau rela melepaskan apa yang menjadi miliknya. Dalam rumah tangga, jika hal ini diterapkan maka keharmonisan terus dibangun dan kasih pun semakin kuat dan terus menyala.
 
Pengorbanan
Jaman sekarang ini begitu banyak keluarga hancur karena adanya pihak ketiga. Selalu yang menjadi sorotan utama adalah pihak ketiganya yang dianggap tidak bermoral dan merusak rumah tangga orang padahal tidak selalu murni demikian. Perselingkuhan menjadi marak dan ancaman bagi keluarga-keluarga. Memang banyak wanita/pria di luar sana yang memang mempunyai niat secara sengaja untuk menghancurkan rumah tangga. Namun yang menjadi kekuatan inti adalah adanya kasih di dalam keluarga itu sendiri.
 
Perbedaan pendapat, perselisihan dan pertengkaran pasti ada. Namun jika mengerti arti pengorbanan maka banyak keluarga pasti bertahan melewati ujian-ujian hidup. Contoh yang paling nyata dan sempurna tentang berkorban adalah Tuhan Yesus. Yohanes 3:16 mengatakan “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” Dasar dari pengorbanan adalah Kasih.
 
Faktor pendorong utama yang menggerakkan seseorang untuk berkorban adalah kasih yang mendalam. Pengorbanan adalah ekspresi tindakan nyata terhadap orang yang dikasihi. Dalam rumah tangga, jika kasih masih menyala dalam hati kedua belah pihak, maka badai apapun akan dihadapi dengan mudah. Bila dalam rumah tangga, kedua belah pihak menyadari setiap hari dengan memberi diri sebagai korban yang hidup, kudus dan berkenan, maka Tuhan akan mencurahkan api kasihNya yang berlimpah di atas mezbah keluarga. 
 
Kesetiaan bukan hanya sebuah keputusan instan sekali saja. Hari ini bisa ngomong setia, belum tentu esok hari. Manusia sangat mungkin untuk berubah setia. Musim berganti dan badai datang menguji apa yang ada dalam hati seseorang dan menyingkap siapa sesungguhnya.  Hidup di tengah angkatan yang tidak setia adalah tantangan besar. Namun Anugerah Besar pun tersedia dan dicurahkan luar biasa hari-hari terakhir ini. Tetaplah berpegang pada komitmen, belajar melepaskan hak dan berkorban. Yang terakhir janganlah lupa bukan dengan kekuatan kita melakukan semua itu, bersandarlah dan hiduplah dalam AnugerahNya. Biar oleh karena AnugerahNya, keluarga kita menjadi harmonis dan jadi berkat buat banyak orang. Tuhan sangat mengasihi keluarga-keluarga dan biarlah banyak keluarga mengalami restorasi dan kesembuhan. Anak-anak pun dapat tumbuh dengan benar melihat teladan nyata dari orang tua. Biar nama Tuhan dipermuliakan melalui keluarga-keluarga! (sc)
 “Hold faithfulness and sincerity as first principles.” – Confucius