Istilah tua-tua keladi pantas disematkan ke
Pendeta Senior satu ini. Di usianya yang sudah menginjak kepala tujuh, ia
memiliki selingkuhan seorang janda yang usianya 25 tahun lebih muda darinya. Status
yang masih beristri menambah panjang daftar keburukannya. Layaknya remaja ABG,
pendeta ini pun tak ragu bermesraan di depan umum. Perselingkuhan ini sudah
menjadi rahasia umum di kalangan umat kristen maupun katolik. Anggota DPRD Kota
X mengatakan, ia sangat menyayangkan konflik di gereja X tersebut yang tidak
kunjung selesai dan malah merembet ke konflik keluarga seharusnya tidak
tersebar ke publik. –Kutipan Berita-
Kisah perselingkuhan artis tenar
selalu menjadi konsumsi publik paling laris yang ditayangkan infotainment. Tapi
bagaimana jika hal tersebut terjadi di kalangan gereja Tuhan? Seorang pendeta
besar jatuh dan menjadi bahan gunjingan banyak orang. Itulah realita hidup.
Apakah layak diperbincangkan? Mendengarnya saja sudah malu dan membuat hati
hancur. Kok bisa ya? Sejumlah pertanyaan bermunculan. Salah satunya adalah
dimanakah kesetiaan yang selama ini dikhotbahkan di mimbar. Apakah kesetiaan
hanya sebuah slogan belaka? Apakah janji setia dalam pernikahan luntur seiring
berjalannya waktu?
Kesetiaan merupakan karakter yang
dihasilkan dari waktu ke waktu dan terus menerus diperjuangka sampai akhir.
Beberapa hal yang menjadi dasar dalam membangun kesetiaan :
Komitmen
Komitmen adalah sebuah janji terhadap
diri sendiri atau orang lain dibuat atas dasar kasih yang tercermin dalam
tindakan kita. Komitmen merupakan pengakuan seutuhnya sebagai sikap sebenarnya
yang berasal dari watak yang keluar dari dalam diri seseorang. Komitmen
mendorong rasa percaya diri, semangat, kualitas hidup menuju perubahan ke arah
yang lebih baik. Komitmen mudah diucapkan namun lebih sukar untuk dilaksanakan.
Mengiyakan sesuatu dan melaksanakannya dengan penuh tanggung jawab adalah salah
satu sikap komitmen.
Jika kita terus berpegang pada
komitmen, secara perlahan kesetiaan dibangun dan dipupuk. Dengan berpegang
teguh pada komitmen, maka seseorang akan mempunyai keteguhan jiwa, kestabilan
diri, toleransi, mampu bertahan pada masa-masa sulit dan tidak mudah
terprovokasi. Pembaharuan komitmen dalam keluarga menuntun pada kekokohan dan
keharmonisan.
Melepaskan Hak
Sumber dari masalah, perselisihan,
pertengkaran dan perceraian adalah karena ego terlalu besar dan tidak mau
menyerahkan hak. Merasa berhak dihargai, merasa berhak diperhatikan, merasa
berhak didahalukan, merasa berhak dihormati. Menuntut apa yang menjadi haknya,
jika tidak mendapat maka tersinggung, kecewa, marah, merasa diperlakukan tidak
adil, merasa dilecehkan dan disepelekan. Jika kita mengasihi dengan benar dan
tulus, belajar melepaskan hak. Memang tidaklah mudah dan bagi dunia hal ini
dianggap sebagai suatu kerugian dan kebodohon.
Rasul Paulus berkata di Kis 9:12 Kalau orang lain mempunyai hak untuk
mengharapkan hal itu dari pada kamu, bukankah kami mempunyai hak yang lebih
besar? Tetapi kami tidak
mempergunakan hak itu. Sebaliknya, kami menanggung segala sesuatu,
supaya jangan kami mengadakan rintangan bagi pemberitaan injil Kristus. Melepaskan
hak berarti rela tidak menikmati apa yang menjadi bagian atau haknya, atau rela
melepaskan apa yang menjadi miliknya. Dalam rumah tangga, jika hal ini
diterapkan maka keharmonisan terus dibangun dan kasih pun semakin kuat dan terus
menyala.
Pengorbanan
Jaman sekarang ini begitu banyak
keluarga hancur karena adanya pihak ketiga. Selalu yang menjadi sorotan utama
adalah pihak ketiganya yang dianggap tidak bermoral dan merusak rumah tangga orang
padahal tidak selalu murni demikian. Perselingkuhan menjadi marak dan ancaman
bagi keluarga-keluarga. Memang banyak wanita/pria di luar sana yang memang
mempunyai niat secara sengaja untuk menghancurkan rumah tangga. Namun yang
menjadi kekuatan inti adalah adanya kasih di dalam keluarga itu sendiri.
Perbedaan pendapat, perselisihan dan
pertengkaran pasti ada. Namun jika mengerti arti pengorbanan maka banyak
keluarga pasti bertahan melewati ujian-ujian hidup. Contoh yang paling nyata dan
sempurna tentang berkorban adalah Tuhan Yesus. Yohanes 3:16 mengatakan “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia
ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang
yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” Dasar
dari pengorbanan adalah Kasih.
Faktor pendorong utama yang
menggerakkan seseorang untuk berkorban adalah kasih yang mendalam. Pengorbanan
adalah ekspresi tindakan nyata terhadap orang yang dikasihi. Dalam rumah
tangga, jika kasih masih menyala dalam hati kedua belah pihak, maka badai
apapun akan dihadapi dengan mudah. Bila dalam rumah tangga, kedua belah pihak
menyadari setiap hari dengan memberi diri sebagai korban yang hidup, kudus dan
berkenan, maka Tuhan akan mencurahkan api kasihNya yang berlimpah di atas
mezbah keluarga.
Kesetiaan bukan hanya sebuah
keputusan instan sekali saja. Hari ini bisa ngomong setia, belum tentu esok
hari. Manusia sangat mungkin untuk berubah setia. Musim berganti dan badai
datang menguji apa yang ada dalam hati seseorang dan menyingkap siapa
sesungguhnya. Hidup di tengah angkatan
yang tidak setia adalah tantangan besar. Namun Anugerah Besar pun tersedia dan
dicurahkan luar biasa hari-hari terakhir ini. Tetaplah berpegang pada komitmen,
belajar melepaskan hak dan berkorban. Yang terakhir janganlah lupa bukan dengan
kekuatan kita melakukan semua itu, bersandarlah dan hiduplah dalam AnugerahNya.
Biar oleh karena AnugerahNya, keluarga kita menjadi harmonis dan jadi berkat
buat banyak orang. Tuhan sangat mengasihi keluarga-keluarga dan biarlah banyak
keluarga mengalami restorasi dan kesembuhan. Anak-anak pun dapat tumbuh dengan
benar melihat teladan nyata dari orang tua. Biar nama Tuhan dipermuliakan
melalui keluarga-keluarga! (sc)