Masa-masa muda adalah waktu dimana
pergumulan dan pemberian makna mendalam mengenai kebebasan dan ketaatan. Entah
pengalaman buruk atau baik, dapat dijadikan pedomn dan pembelajaran. Anda lebih
senang memilih BEBAS atau TAAT? Banyak orang menyukai kebebasan, bukan? Bebas
(tidak terbatas/unlimited) sedangkan
taat (terbatas/limited).
Udin merasa iri dengan teman-teman yang mempunyai kebebasan dalam
menggunakan waktu dan uang, seakan-akan mereka tidak mempunyai batasan dalam
menggunakan kedua hal tersebut. Yang membuat Udin iri, karena Udin tidak
memiliki keduanya, baik kebebasan dalam hal waktu atau-pun dalam hal uang. Udin
dididik oleh seorang bapa, yang disiplin dalam menggunakan waktu, sehingga
harus pulang ke rumah lebih cepat dan bahkan tidak diberi uang jajan. Akibat
didikan tersebut, sekarang Udin menjadi seorang pengusaha yang berhasil dan
memiliki rumah tangga yang baik.
Rosi merasa menjadi utama dalam keluarga karena semua keinginannya dari
kecil selalu saja dipenuhi oleh kedua orang tuanya. Situasi ini selalu membuat
cemburu teman-teman dekatnya. Rosi pun tumbuh menjadi gadis yang manja, pemarah
dan pemaksa. Kebebasan akan materi dan waktu pun menghancurkannya. Rosi
menyukai clubbing, menjadi shopaholic dan ditemukan overdosis di apartemennya. Tragis,
bukan?
Jadi pada dasarnya kita menginginkan
kebebasan, tetapi kenyataannya, sangat tidak mungkin kebebasan yang unlimited itu diberikan kepada
seseorang. Kebebasan yang unlimited dapat
menghancurkan kehidupan seseorang. Batasan-batasan berupa prinsip, aturan,
norma yang dianggap menghalang-halangi kebebasan, seringkali digunakan untuk
menjaga kehidupan agar tetap berjalan baik, aman dan seimbang.
Mari kita lihat sejenak kejadian awal
mula manusia jatuh dalam dosa. Adam & Hawa diberikan kebebasan yang sama
untuk makan semau buah di taman Eden, kecuali satu yaitu pohon pengetahuan
tentang yang baik dan jahat (Kej 2:15-17). Adam dan Hawa sama-sama tahu tentang
sebab akibat tersebut. Tetatpi mereka memilih makan dan menanggung akibat
perbuatan mereka sendiri (Kej 3:14-19). Akhirnya kebebasan yang Tuhan
percayakan kepada Adam dan Hawa hilang. Kebebasan
hilang karena ketidak-taatan.
Kebebasan tanpa ketaatan adalah kesewenang-wenangan, sedangkan ketaatan
tanpa kebebasan adalah perbudakan.
Jadi ada hubungan yang erat antara kebebasan dan ketaatan. Galatia 5:1 berkata supaya kita sungguh-sungguh merdeka. Kristus
telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi
dikenakan kuk perhambaan. Kita telah bebas karena dimerdekakan dari
belenggu dosa oleh Kristus, tetapi kebasan yang kita miliki harus tetap pada
jalan dan prinsipnya Tuhan. Yang tadinya hamba dosa sekarang kita telah menjadi
hamba Kristus. Jadi kebebasan yang kita miliki sebagai hambaNya juga harus desertai
dengan ketaatan.
Bagaimana kita mengaplikasikaan
kebebasan yang disertai ketaatan dalam kehidupan? Caranya dengan “Pengendalian Diri” (self control). Pengendalian diri
merupakan salah satu dari buah Roh (Gal 5:23). Pengendalian diri sangat
penting, karena apa yang tidak dikendalikan, maka hal itu yang akan
mengendalikan kita. Contoh : Lidah. Lidah kita dapat menghancurkan apa yang
sudah dibangun. Dengan perkataan, kita dapat menghancurkan reputasi,
pernikahan, hubungan, bahkan masa depan seseorang, hanya dalam satu malam.
Contoh lain yang dapat mengendalikan kita adalah nafsu makan, seks, materi,
masa lalu, hobi, dll. Demikian halnya dengan kebebasan, apabila kita tidak
dapat mengendalikan kebebasan, makan kebebasanlah yang akan mengendalikan hidup
kita, dan pada akhirnya kita tidak taat.
Bicara mengenai pengendalian diri,
ini bukanlah hal yang mudah. Mari kita belajar tentang pengendalian diri yang
benar. Contoh : Pernahkah kita berusaha keras untuk tidak marah, atau untuk
tidak makan berlebihan namun pada prakteknya kita melakukan sebaliknya? Kita
merasa putus asa dan gagal untuk mengendalikan diri. Sudah sadar dan mau
bertobat akan dosa namun jatuh terus di lubang yang sama.

Marthin Luther, seorang reformator
terkenal karena ungkapan-ungkapannya yang paradoksal. Ketika Luther menjelaskan
tentang bagaimana situasi orang Kristen setelah ia dibenarkan oleh Tuhan, maka
ia menyebutnya sebagai : simul iustus et peccator, artinya
adalah orang benar, namun sekaligus
berdosa. Maksudnya, kita adalah orang yang dibenarkan karena iman percaya
kepada Yesus, tetapi kita sekaligus juga manusia yang berdosa. Apabila kita
masih mempunyai potensi untuk berbuat dosa, berarti kecil sekali kemungkinan
kita untuk dapat mengendalikan diri. Jika kita memiliki pandanngan pengendalian
diri bahwa kita sendiri yang mengendalikan diri, maka kurang tepat dan itulah
sebabnya kita jatuh di lubang dosa yang sama berulang-ulang. Lalu apa yang
harus kita lakukan? Jadi pengendalian diri yang bagaimana?
Pengendalian diri adalah bagian dari
buah Roh bukan buah roh (perhatikan perbedaan di huruf
besarnya). Kata buah Roh di Galatia 5
artinya hidup dipimpin oleh Roh Allah. Pengendalian diri yang benar adalah
memberikan kendali hidup kita sepenuhnya ke tangan Tuhan. Ijinkanlah Tuhan yang
mengendalikan hidup kita. Kendali dalam tangan Tuhan berarti bukan lagi
melakukan apa yang kita inginkan, tetapi melakukan apa yang Tuhan inginkan. Dalam
pengendalian diri, Roh Tuhanlah yang menjadi andalan dan tumpuan utama. Bersama
rohNya kita cakap menanggung segala perkara, rohNya membawa dan memimpin kita
kepada kemerdekaan tentunya akan menuntun kita pada kemenangan. Inilah arti
kebebasan harus disertai dengan ketaatan. (sc)
“Self-control is not
talking about how we can control ourselves, but it’s about giving the control
to the hands of God.”