Thursday, June 25, 2015

SELF-CONTROL IS FREEDOM!


Masa-masa muda adalah waktu dimana pergumulan dan pemberian makna mendalam mengenai kebebasan dan ketaatan. Entah pengalaman buruk atau baik, dapat dijadikan pedomn dan pembelajaran. Anda lebih senang memilih BEBAS atau TAAT? Banyak orang menyukai kebebasan, bukan? Bebas (tidak terbatas/unlimited) sedangkan taat (terbatas/limited).

Udin merasa iri dengan teman-teman yang mempunyai kebebasan dalam menggunakan waktu dan uang, seakan-akan mereka tidak mempunyai batasan dalam menggunakan kedua hal tersebut. Yang membuat Udin iri, karena Udin tidak memiliki keduanya, baik kebebasan dalam hal waktu atau-pun dalam hal uang. Udin dididik oleh seorang bapa, yang disiplin dalam menggunakan waktu, sehingga harus pulang ke rumah lebih cepat dan bahkan tidak diberi uang jajan. Akibat didikan tersebut, sekarang Udin menjadi seorang pengusaha yang berhasil dan memiliki rumah tangga yang baik.

Rosi merasa menjadi utama dalam keluarga karena semua keinginannya dari kecil selalu saja dipenuhi oleh kedua orang tuanya. Situasi ini selalu membuat cemburu teman-teman dekatnya. Rosi pun tumbuh menjadi gadis yang manja, pemarah dan pemaksa. Kebebasan akan materi dan waktu pun menghancurkannya. Rosi menyukai clubbing, menjadi shopaholic dan ditemukan overdosis di apartemennya. Tragis, bukan?

Jadi pada dasarnya kita menginginkan kebebasan, tetapi kenyataannya, sangat tidak mungkin kebebasan yang unlimited itu diberikan kepada seseorang. Kebebasan yang unlimited dapat menghancurkan kehidupan seseorang. Batasan-batasan berupa prinsip, aturan, norma yang dianggap menghalang-halangi kebebasan, seringkali digunakan untuk menjaga kehidupan agar tetap berjalan baik, aman dan seimbang.

Mari kita lihat sejenak kejadian awal mula manusia jatuh dalam dosa. Adam & Hawa diberikan kebebasan yang sama untuk makan semau buah di taman Eden, kecuali satu yaitu pohon pengetahuan tentang yang baik dan jahat (Kej 2:15-17). Adam dan Hawa sama-sama tahu tentang sebab akibat tersebut. Tetatpi mereka memilih makan dan menanggung akibat perbuatan mereka sendiri (Kej 3:14-19). Akhirnya kebebasan yang Tuhan percayakan kepada Adam dan Hawa hilang. Kebebasan hilang karena ketidak-taatan.

Kebebasan tanpa ketaatan adalah kesewenang-wenangan, sedangkan ketaatan tanpa kebebasan adalah perbudakan. Jadi ada hubungan yang erat antara kebebasan dan ketaatan. Galatia 5:1 berkata supaya kita sungguh-sungguh merdeka. Kristus telah memerdekakan kita. Karena itu berdirilah teguh dan jangan mau lagi dikenakan kuk perhambaan. Kita telah bebas karena dimerdekakan dari belenggu dosa oleh Kristus, tetapi kebasan yang kita miliki harus tetap pada jalan dan prinsipnya Tuhan. Yang tadinya hamba dosa sekarang kita telah menjadi hamba Kristus. Jadi kebebasan yang kita miliki sebagai hambaNya juga harus desertai dengan ketaatan.

Bagaimana kita mengaplikasikaan kebebasan yang disertai ketaatan dalam kehidupan? Caranya dengan “Pengendalian Diri” (self control). Pengendalian diri merupakan salah satu dari buah Roh (Gal 5:23). Pengendalian diri sangat penting, karena apa yang tidak dikendalikan, maka hal itu yang akan mengendalikan kita. Contoh : Lidah. Lidah kita dapat menghancurkan apa yang sudah dibangun. Dengan perkataan, kita dapat menghancurkan reputasi, pernikahan, hubungan, bahkan masa depan seseorang, hanya dalam satu malam. Contoh lain yang dapat mengendalikan kita adalah nafsu makan, seks, materi, masa lalu, hobi, dll. Demikian halnya dengan kebebasan, apabila kita tidak dapat mengendalikan kebebasan, makan kebebasanlah yang akan mengendalikan hidup kita, dan pada akhirnya kita tidak taat.

Bicara mengenai pengendalian diri, ini bukanlah hal yang mudah. Mari kita belajar tentang pengendalian diri yang benar. Contoh : Pernahkah kita berusaha keras untuk tidak marah, atau untuk tidak makan berlebihan namun pada prakteknya kita melakukan sebaliknya? Kita merasa putus asa dan gagal untuk mengendalikan diri. Sudah sadar dan mau bertobat akan dosa namun jatuh terus di lubang yang sama. 

Marthin Luther, seorang reformator terkenal karena ungkapan-ungkapannya yang paradoksal. Ketika Luther menjelaskan tentang bagaimana situasi orang Kristen setelah ia dibenarkan oleh Tuhan, maka ia menyebutnya sebagai : simul iustus et peccator, artinya adalah orang benar, namun sekaligus berdosa. Maksudnya, kita adalah orang yang dibenarkan karena iman percaya kepada Yesus, tetapi kita sekaligus juga manusia yang berdosa. Apabila kita masih mempunyai potensi untuk berbuat dosa, berarti kecil sekali kemungkinan kita untuk dapat mengendalikan diri. Jika kita memiliki pandanngan pengendalian diri bahwa kita sendiri yang mengendalikan diri, maka kurang tepat dan itulah sebabnya kita jatuh di lubang dosa yang sama berulang-ulang. Lalu apa yang harus kita lakukan? Jadi pengendalian diri yang bagaimana?

Pengendalian diri adalah bagian dari buah Roh bukan buah roh (perhatikan perbedaan di huruf besarnya).  Kata buah Roh di Galatia 5 artinya hidup dipimpin oleh Roh Allah. Pengendalian diri yang benar adalah memberikan kendali hidup kita sepenuhnya ke tangan Tuhan. Ijinkanlah Tuhan yang mengendalikan hidup kita. Kendali dalam tangan Tuhan berarti bukan lagi melakukan apa yang kita inginkan, tetapi melakukan apa yang Tuhan inginkan. Dalam pengendalian diri, Roh Tuhanlah yang menjadi andalan dan tumpuan utama. Bersama rohNya kita cakap menanggung segala perkara, rohNya membawa dan memimpin kita kepada kemerdekaan tentunya akan menuntun kita pada kemenangan. Inilah arti kebebasan harus disertai dengan ketaatan. (sc)

“Self-control is not talking about how we can control ourselves, but it’s about giving the control to the hands of God.”

No comments:

Post a Comment