“Lo
tau gak ntar yang WL dan khotbah sapa?” “Kayaknya yang WL si Acong
deh...khotbahnya si Pak Asoy.” “Yah elah...si Acong kalo WL gak enak dan si Pak
Asoy kotbahnya juga muter-muter bikin ngantuk.” “Dateng telat aja lah terus
pulang sebelum doa berkat, biar gak ngantri.” (sepanjang kotbah mereka asik
main gadget masing-masing).
Sering dengar dan tidak asing bukan
dengan cerita di atas. Mungkin kita sendiri pun pernah seperti itu. Datang
ibadah setiap minggu hanya menjadi kebiasaan rutin. Jika tidak pergi gereja
rasanya kurang afdol saja. Jika tidak
pergi gereja dan bertemu dengan
teman-teman nanti kalau hang out
kurang rohani saja rasanya. Tak jarang juga ada yang menjadi “jemaat jalan-jalan” yang setiap minggu
pindah-pindah gereja, mencari pengkhotbah atau team PPW yang sesuai seleranya dan dianggap bagus.
Alasannya tiap minggu ganti suasana biar tidak bosan.
“Si
Acong kurang ‘ngangkat’ yah mimpin pujiannya. Mungkin dia kurang menyediakan
waktu buat Tuhan, kurang latihan atau mungkin berbuat dosa.” “Si Asoy kok
kotbahnya biasa saja ya...mungkin kurang berdoa dan diurapi oleh Tuhan.” “Wah Si
Amei, pelayan Tuhan yang satu itu kurang ramah ya.”
Bagi yang sudah merasa dirinya senior
biasanya mulai sok tau dan menjadi complainers (red. tukang
mengeluh). Menilai bahkan
menghakimi orang lain tanpa disadari. Menetapkan ukuran-ukuran pada orang lain
padahal belum tentu jika ukuran yang sama ditetapkan pada dirinya, dia mampu
menjalankannya. Senang memberi beban kepada orang lain tapi tidak mau memikul
bebannya sendiri. Bergosip dan berkeluh kesah negatif yang sama sekali tidak
membangun diri sendiri dan orang lain. Biasanya berakhir dengan kecewa, sakit
hati dan kepahitan.
Mari kita berpikir ulang sejenak
bagaimana awal mula kita jatuh cinta dengan Tuhan dan mengalami kasih yang
semula dan lahir baru. Saat itu fokus kita hanya Tuhan, bukan? Yang ada di hati
cuma mau menyenangkan hatiNya. Kebaktian jam 8, jam 7.15 sudah sampai di gereja
dengan hati yang tidak sabar agar kebaktian cepat mulai. Dalam pujian dan
penyembahan, fokus kita hanya kepadaNya. Kita begitu mencari dan mengejar
hadiratNya. Sampai-sampai rasanya kok PPW cepat sekali selesainya, kita
menginginkan lebih lama. Ada rasa takut dan hormat akan Tuhan yang mencengkram
hati kita. Ada keinginan mendalam untuk selalu terus bersekutu denganNya. Ketika
firman Tuhan disampaikan, hati kita begitu antusias dan menggebu-gebu
mendengarnya, tanpa peduli siapa yang kotbah. Jika ada firman yang menegur dan
menguatkan, kita pun meneteskan air mata karena merasakan Tuhan begitu peduli
dengan hidup kita. Firman yang mendorong kita untuk mau berubah menjadi seperti
Kristus. Iman dan kasih kita pun terus bertumbuh tiap harinya.
“Ya...saya
dulu seperti itu! Kenapa sekarang hal-hal semula itu tidak lagi saya alami? Apa
yang salah? Saya harus bagaimana? Saya mau mengalami kembali hal yang semula
itu.”
Kuncinya sederhana : “BERTOBATLAH!”
Wahyu 2:4-5 berkata “namun demikian Aku
mencela engkau, karena engkau telah meninggalkan kasihmu yang semula. Sebab itu
ingatlah betapa dalamnya engkau telah jatuh! Bertobatlah dan lakukanlah lagi
apa yang semula engkau lakukan. Jika tidak demikian, Aku akan datang kepadamu
dan Aku akan mengambil kaki dianmu dari tempatnya, jikalau engkau tidak
bertobat.”
Apa sih bertobat itu? Menyadari
kesalahan/dosa, minta pengampunan Tuhan dan berketetapan untuk tidak
mengulanginya. Kesadaran diri itu penting karena mau orang lain memberitahu
kebenaran seperti apa juga, jika kita tidak sadar diri maka cenderung
mengabaikan, menganggap hal itu tidak penting dan berpikir kita benar. Jika
sadar akan dosa dan mau bertobat, bersyukurlah karena Roh Kuduslah yang
menuntun kita pada pertobatan. Pertobatan bukan sekedar ucapan saja tapi juga
ditandai dengan adanya perubahan pikiran dan hidup.
Let us go to the basic! Kita periksa kembali
hati apakah masih dalam kasih yang semula kepada Tuhan. Tanda jika kasih semula
ada maka motivasi kita dalam beribadah pun benar. Dengan sendirinya kita sadar
untuk tidak terlambat dan mengikuti ibadah dengan sungguh-sungguh. Hidup kita
pun berubah, diberkati dan menjadi berkat untuk orang lain. Bangun dan
kembangkan hubungan pribadi dengan Tuhan seperti berdoa dan merenungkan firman
Tuhan secara teratur. Ini adalah dasar pembentukan sikap yang benar.
Yeremia 10:7 – Siapakah yang tidak takut kepadaMu, ya Raja bangsa-bangsa? Sungguh,
kepadaMu-lah seharusnya sikap yang demikian; sebab di antara semua orang
bijaksana dari bangsa-bangsa dan di antara raja-raja mereka tidak ada yang sama
seperti Engkau! Sikap yang benar ada bukan karena adanya peraturan gereja
dan manusia tapi bersikap benar karena takut akan Tuhan yang mengendalikan
hdiup kita. 
